Ambil contoh perusahaan raid-hailing yang warna hijau itu. Awal berdirinya perusahaan-perusahaan jenis ini adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ojek yang murah, terjangkau dan “ga ribet” buat tawar menawar dengan abang ojeknya. Kehadiran aplikasi ini telah menjawab “pain point” dari target pasarnya, yaitu kecepatan, kemudahan, keterjangkauan dan ketidakribetan.
Seiring dengan berkembangnya waktu, kebutuhan masyarakat pun tidak cuma ojek, tapi juga mengantar barang, mesen makanan, bahkan sampai bersihin rumah hingga pijat memijat. Dari satu solusi yang ditawarkan, turun menjadi banyak solusi. Tidak heran kalau akhirnya perusahaan jenis ini sudah masuk kategori super apps.
Bagaimana dengan kader PKS? Di tingkat struktur kelurahan hingga kabupaten kota, solusi yang ditawarkan cenderung stagnan dan terkesan tidak inovatif. Misalnya, ketika harga sembako naik, maka bikin bazar sembako murah. Ketika ada demam berdarah, diadakan fogging ke rumah-rumah dan perkampungan. Ketika ada yang sakit, diberi bantuan dana.
Tentu saja hal ini jauh lebih baik. Dibanding partai-partai tetangga, kader-kader PKS sudah teruji khidmatnya kepada masyarakat. Tapi yang ingin kita bahas di sini adalah, apakah PKS (di tingkat struktur masyarakat, bukan di tingkat dewan) mampu memberikan solusi yang lebih advance?
Kembali ke startup. Ada perusahaan rintisan digital lokal yang menjembatani antara masyarakat pedesaan dengan perusahaan ritel skala nasional. Startup ini membuat aplikasi di mana pemilik warung di daerah pedalaman desa bisa berjualan produk-produknya Un*l*v*r dengan harga murah dan terjangkau. Dampaknya, warung-warung ini mengalami peningkatan omset, sementara perusahaan ritelnya bisa mengakses potensi market yang baru.